Di zaman yang semakin keras ini menuntut kita untuk
selalu bisa terlihat sempurna di mata orang lain. Untuk bisa terlihat
sedemikian rupa segala cara dilakukan tanpa terkecuali cara-cara yang dianggap bodoh. Pencitraan adalah salah satu dari
sekian banyak cara yang sering dilakukan orang-orang untuk menonjolkan suatu
kebaikan dari dirinya namun belum tentu hal itu benar-benar baik di mata publik.
Pernahkah kalian mendengar apa itu Pencitraan? Dan kalian pasti bertanya-tanya
kenapa penulis menulis tentang pencitraan? Seberapa pentingkah pencitraan itu?
jika ingin tahu lebih lanjut bacalah coretan-coretan sederhana yang penulis
coba kuak dibawah ini.
Pencitraan atau Imaging berasal dari kata Citra.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneswia (KBBI) citra memiliki arti rupa;
gambar; gambaran.
Sedangkan jika diberi akhiran –an menjadi citraan /cit·ra·an/ n Sas cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu; kesan atau
gambaran visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan
merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi. Untuk lebih
sederhananya Pencitraan itu sebuah cara untuk membuat dirinya terlihat bagus
dimata orang lain atau bisa dibilang membuat kesan dirinya terlihat baik secara
visual. Sering kali kita melihat banyak orang berkicau di sosial media dengan
kata-kata yang membuat diri mereka terlihat bijaksana agar mendapat simpati
publik. Namun biasanya yang sering melakukan pencitraan adalah pejabat publik
yang sering mengumbar kata-kata yang terkesan menyanjung dirinya ataupun
golongan demi mendapat kesan baik dimata publik. Kicauan dalam bentuk tulisan
yang notabene hanya bisa dibaca namun belum pasti kebenarannya hanyalah sebuah
ilusi semata.
Tanpa disadari sebenarnya banyak orang disekitar
kita yang mencoba melakukan praktik Pencitraan. Sebenarnya hal ini membuat muak
dan perlu diberantas. Mereka mengagung-agungkan diri masing-masing tanpa
berfikir fakta sesungguhnya. Penulis sering menemui orang dengan karakter yang
suka membual tapi tidak pada tempatnya. Penulis bisa menyebut ini sebagai
pencitraan. Mereka semacam bermuka dua dengan karakter takut akan
ketiksempurnaan. Pencitraan bisa saja
baik ataupun buruk. Dan yang paling menyakitkan adalaah saat pencitraan baik
itu berputar balik menjadi pencitraan buruk malunya itu tidak terhitung.
Seperti pengalaman yang telah berlalu, pernah
ditemui sosok yang awalnya kita kenal dari kesan pertama itu menakjubkan,
sempurna, dan enak dipandang mata bisa saja itu hanya cara mereka
menyembunyikan maksud tertentu. Apakah seorang direktur harus berpakaian rapi,
berdasi, menggunakan kemeja lengkap dengan jasnya. Apakah seorang pemulung
tidak boleh memakai pakaian yang seperti dipakai direktur? Sebenarnya tidak ada
yang melarang. Seseorang tetap dikatakan direktur jika dia tidak berpakaian
kemeja berdasi dilengkapi jas. Namun kesadaran diri itulah yang harus dimiliki
bagaimana seseorang agar terlihat tepat dan pantas dipandang. Dia harus bisa
menempatkan diri sesuai kondsi.
Seperti orang-orang disekitar penulis yang banyak
bermuka dua. Penulis tidak punya kekuatan indera ke 6,7 atau 8 namun dengan
sekali liat penulis langsung tau bahwa manusia itu sedang mengelabuhi mangsanya
semacam bunglon dia bisa berubah seenak udelnya. Penulis benci banget sama
orang yang sudah terlihat gejala-gejala pencitraannya. Apalagi dia tidak pandai
berakting keliatan sekali bohongnya kadang penulis malu sendiri ngeliatnya.
Sesungguhnya hidup dalam kepura-puraan itu tidak enak. Seriuss! Tapi kenapa
mereka suka sekali berpura-pura sempurna demi mendapat perhatian orang.
Mengalirlah seperti seharusnya. Membohongi diri-sendiri itu memuakkan dan
menyakitkan. Kalau sama diri-sendiri aja susah untuk jujur apalagi sama orang
lain. Jadi kalo mau mempraktikan bentuk pencitraan mending ikut casting ftv
yang lg menjamur di stasiun tv Indonesia. Lumayan dapet gaji juga kan.
Seperti itulah pencitraan, bisa menjengkelkan saat
fakta dibalik pencitraan itu terungkap. NO IMAGING PLEASE!! IT’S SO
DISGUSTING!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar